RSS

LAPORAN UPAYA PENGENTASAN PERMASALAHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI PADA ANAK PEMALU

25 Apr

Disusun Oleh :

 

KILANG DENNA NAWURI          (11409030)

 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.      Latar Belakang Masalah

Taman kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan awal bagi anak sebelum memasuki sekolah dasar. Oleh sebab itu kesuksesan pendidikan anak di TK cenderung berpengaruh pada pendidikan anak selanjutnya. Anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami gangguan dan hambatan mengakibatkan  timbulnya masalah pada periode perkembangan selanjutnya. Pengalaman negatif  pada masa kanak-kanak menimbulkan dampak  sampai anak memasuki  masa dewasa (Havigurst, 1980). Dengan kata lain, kesuksesan dan kegagalan yang dialami anak berhubungan dengan masa depannya. Singkatnya, pengalaman pada masa anak berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak periode selanjutnya, terutama pada masa sekolah dasar.

Anak TK yang sedang berkembang sering berhadapan dengan berbagai hal, seperti perubahan dari suasana rumah yang serba dimanja dan relatif bebas ke suasana  sekolah yang relatif beraturan. Mereka dihadapkan pada situasi lingkungan sosial yang berbeda dengan lingkungan keluarga. Mereka harus berinteraksi dengan orang lain yang belum terlibat secara intim sebagaimana dalam keluarga. Menghadapi perubahan tersebut tiap-tiap anak memperlihatkan perilaku yang berbeda-beda. Ada diantara mereka yang mengartikan perubahan lingkungan tersebut sebagai tekanan dan hukuman yang harus dihadapi seperti menghadapi rintangan-rintangan sosial yang baru mereka ini  tidak jarang mengalami kesulitan dalam penyesuian  diri de-ngan lingkungan yang baru tersebut, dan kesulitan tersebut menimbulkan problem-problem perilaku dalam proses belajarnya (Thompson & Rudolph, 1983).

Ada lima kelompok masalah yang dialami anak menurut guru dan orangtua yaitu: (1) masalah sosial misalnya, agresif ditampilkan dalam bentuk tingkah laku  menyepak dan memukul teman, (2) masalah emosional, misalnya pemalu ditampilkan dalam bentuk tingkah laku pemalu tidak mau berteman, (3) masalah moral, misalnya merusak ditampilkan dalam bentuk tingkah laku sengaja merusak mainan teman, (4) masalah perkembangan pengertian, misalnya lamban dalam memahami keterangan/penjelasan ditampilkan dalam bentuk tingkah laku  kesulitan memahami keterangan atau penjelasan, dan (5) masalah bahasa, misalnya ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gagap dalam berbicara.

Oleh karenanya, dalam hal ini perlu adanya bimbingan yang bertujuan utamanya  adalah untuk mem-fasilitasi perkembangan pribadi anak sebagai murid (Sherzert & Stone, 1981). Tujuan umum bim-bingan di TK adalah membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekat-nya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui tahap peralihan dari kehidupan di rumah ke kehi-dupan di sekolah dan masarakat sekitar anak (Depdikbud, 1994).

Agar bimbingan di TK dapat berhasil dengan baik maka guru TK hendaklah memahami bagaimana masalah-masalah yang dialami anak TK. Hasil laporan dari penelitian  ini bertujuan mendeskripsikan masalah-masalah yang dialami anak TK dan menguraikan implikasinya bagi bimbingan dan konseling di TK.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN MATERI

A.   Identitas siswa

 

Nama             : Astoria D.P. Zulkarnain.

TTL               : Madiun,26Desember 2006

Sekolah          : TK Al-Husna II, Kota Madiun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama           : Islam

Alamat                        : Jl. Ki Ageng Kebo Kanigoro No.17, Kec. Kartoharjo Madiun

Nama Orang Tua

Ayah                           : Ir. Iskandar Zulkarnain

Ibu                               : Sri Lestari, SE.

Nama Wali Murid       :

Ayah                           : –

Ibu                               : –

Pekerjaan Orang tua

Ayah                           : Swasta

Ibu                               : Wiraswasta

  1. B.     Pelaksanaan Layanan Bimbingan Yang Berorientasi Kepada Masalah Yang Dihadapi Anak

Masalah-masalah yang dialami anak sebagai-mana dikemukakan sebelumnya  tidak diterima apa adanya, tetapi perlu dikaji lebih dalam. Beberapa pertanyaan yang perlu dibahas adalah; apakah tingkah laku yang ditampilkan anak TK tersebut merupakan suatu bentuk tingkah laku yang wajar sebagai perilaku seorang anak?, tingkah laku tersebut potensial ke arah tingkah laku bermasalah?, atau memang tingkah laku  tersebut meru-pakan tingkah laku bermasalah?. Oleh karena itu data tentang masalah yang dialami anak TK menurut guru dan orangtua ini akan dikaji dalam tiga hal, yaitu (1) apakah masalah tersebut merupakan tingkah laku wajar dari anak TK ? (2) apakah perilaku itu kelihatannya wajar tetapi berpotensi menjadi tingkah laku bermasalah? (3) ataukah tingkah laku itu merupakan tingkah laku bermasalah?

Layanan bimbingan dan konseling di TK bertujuan untuk membantu anak TK mencapai tugas-tugas perkembangannya sebagai anak. Layanan bimbingan konseling di TK menfasilitasi perkem-bangan dan pertumbuhan anak. Anak TK adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Terganggu  atau terhambatnya pengembangan potensi anak akan mengakibatkan timbulnya masalah  pada anak.

Dalam usaha melayani anak TK menghadapi tugas-tugas perkembangan, layanan BK berupaya melakukan berbagai kegiatan pencegahan terhadap sesuatu yang akan menghambat dan merintangi anak dalam mencapai tugas-tugas perkembangan-nya. Begitu juga dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak TK, layanan BK berupaya mengembangkan semua potensi anak TK secara keseluruhan. Oleh karena itu bimbingan di TK lebih difokuskan pada upaya pencegahan dan pengembangan, sehingga fungsi layanan BK di TK lebih ditekankan pada fungsi Pencegahan dan fungsi pengembangan, tanpa mengabaikan fungsi bimbingan yang lain.

  • Pelaksanaan Layanan Bimbingan Yang Berorientasi Kepada Masalah Pribadi Yang Dihadapi Anak

KEBUTUHAN anak untuk berinteraksi dengan sesama teman tidak dapat dielakkan lagi, karena manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu setiap manusia pasti berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya tersebut dapat dibentuk melalui hubungan manusia dengan kelompok atau hubungan manusia dengan lingkungan.

Dalam menjalin hubungan antara anak dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari akan ditemui sifat-sifat buruk, seperti iri dengki, sombong, kekanak-kanakan, egois, malas, boros, manja, berpikiran negatif, tidak percaya diri, dan minder atau rendah diri. Dari beberapa sifat buruk tersebut penulis memfokuskan pada sifat buruk minderatau rendah diri. Minder atau rendah diri terkadang menjadi sifat yang suka bersemayam di dalam jiwa seseorang.

Kata minder berasal dari Bahasa Inggris ‘feel inferior’ yang berarti rendah diri. Minder sebenarnya adalah sifat yang menunjukkan rendah diri yang dapat mengganggu aktivitas pergaulan anak sehari-hari. Timbulnya rasa minder atau rendah diri ialah salah satu jenis perilaku yang tidak komunikatif dan tidak mau berinteraksi.

Sebab-sebab anak minder dari pergaulan dapat bersumber dari faktor kecacatan fisik, adanya kekurangan yang terdapat di dalam diri, timbulnya lintasan pikiran yang menggambarkan diri rendah, dan adanya angan-angan yang tidak tercapai.

Anak minder dari pergaulan perlu segera diatasi. Adapun cara mengatasi anak minder dari pergaulan dapat dilakukan sebagai berikut: (1) kenalilah apa yang membuat diri kira rendah diri atau minder, (2) kontrollah lintasan-lintasan pikiran kita, dan (3) hentikan angan-angan yang berlebihan.

Mengenali Diri

Minder atau rendah diri merupakan akibat. Oleh karena itu, harus segera diatasi. Seseorang yang terkena penyakit minder harus mencari tahu penyebabnya. Dengan cara menyelidiki diri sendiri dan menanyakan kepada diri sendiri mengapa harus merasa minder atau rendah diri. Tinjau sisi alasan kuatnya mengapa bisa menjadi minder atau rendah diri. Terlebih-lebih di dalam belajar kita harus senantiasa mengenal diri sendiri dan memiliki kemauan, sebab kemauan belajar akan timbul oleh perasaan senang. Jadi kita harus menyadari pelajaran itu berguna bagi kita sendiri, di samping itu yang harus diperhatikan adalah: (1) senang kepada Ibu/Bapak guru yang memberikan pelajaran; (2) percaya pada diri sendiri dan punya sifat disiplin.

Mengenali diri sendiri memang terasa amat sulit, tetapi hal itu bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan di samping seseorang memiliki kelemahan di dalam dirinya pasti mempunyai kelebihan. Untuk itu kelebihan yang dimiliki hendaknya kita akui. Siapa lagi yang akan mengakui kelebihan kalau tidak kita sendiri. Bisa jadi persoalan yang selama ini menjadi penyebab belum pernah mendapatkan pujian, bukti dari pengakuan yang membuat semangat hidup memiliki gairah yang tinggi tanpa bermuara pada kesombongan.

Mungkin saja, penyebabnya karena seseorang belum mendeklamasikan kelebihan dengan sebuah karya nyata. Untuk itulah setelah mengenali kelebihan, seseorang tak cukup mengenalnya namun terus diasah, dilatih, ditempa, hingga menjadi terampil dan menjadi ahli dalam bidang yang menjadi kelebihan tersebut. Bila mengatasi minder berhasil dilakukan, rasa minder ini akan merasa tidak betah berlama-lama bersemayam dalam jiwa seseorang.

Mengontrol Lintasan-Lintasan Pikiran

Dalam menjalin hubungan antara anak dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari akan ditemui sifat-sifat buruk, seperti iri dengki, sombong, kekanak-kanakan, egois, malas, boros, manja, berpikiran negatif, tidak percaya diri, dan minder atau rendah diri. Dari beberapa sifat buruk tersebut penulis memfokuskan pada sifat buruk pemalu atau rendah diri. Pemalu atau rendah diri terkadang menjadi sifat yang suka bersemayam di dalam jiwa seseorang. Timbulnya rasa malu (minder) atau rendah diri ialah salah satu jenis perilaku yang tidak komunikatif dan tidak mau berinteraksi.

Sebab-sebab anak malu dari pergaulan dapat bersumber dari faktor kecacatan fisik, adanya kekurangan yang terdapat di dalam diri, timbulnya lintasan pikiran yang menggambarkan diri rendah, dan adanya angan-angan yang tidak tercapai.

Anak pemalu dari pergaulan perlu segera diatasi. Adapun cara mengatasi anak yang pemalu dari pergaulan dapat dilakukan sebagai berikut: (1) kenalilah apa yang membuat diri kira rendah diri atau minder, (2) kontrollah lintasan-lintasan pikiran kita, dan (3) hentikan angan-angan yang berlebihan.

  1. 1.      Identifikasi Masalah

Dalam langkah ini, saya berusaha untuk mencari penyebab utama masalah yang sedang dihadapi si anak. Suatu ketika misalnya, saat Bu Aida sedang menyuruh ia bernyanyi di depan kelas tiba-tiba Astoria tidak mau dan malah berdiam diri di tempat duduknya sambil menundukan kepalanya. Apa yang ditunjukkan Astoria ini berlainan hal dengan saat ia bermain bersama Mamanya.

Saat di rumah, menurut pengasuhnya anak ini senang sekali menyendiri dan melakukan sesuatu di dalam kamarnya, dan bahkan anak ini sangat cengeng sekali. Perasaan malu adalah perasaan gelisah yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain atas dirinya. Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang “aneh”, “hati-hati”, “curiga” dan sebagainya.

Untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul secara lebih jelas dan benar adanya, maka penulis melakukan observasi terlihat dari hasilnya sebagai berikut ini :

(terlampir)

 

Hal tersebut dilakukan sebagai langkah awal untuk mengumpulkan berbagai informasi dan data yang terkait dengan permasalahan yang saat ini sedang dialami Astoria.

  1. 2.      Analisis Masalah

Dalam  langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah sikap tersebut bersifat menetap atau terus menerus timbul pada diri anak atau bersifat insidental?. Pada contoh anak semacam Astoria ini, penulis juga guru utamanya perlu melakukan pengkajian lebih mendalam lagi terkait juga dengan psikomotoriknya, ketrampilan berbahasanya juga hasil karya dari si anak tersebut.

Dan beberapa waktu yang lalu, penulis juga sudah mencoba melakukan perbincangan terkait hal-hal yang mendasari masalahnya seperti berikut :

Interviewer      : “ Pagi, Astoria? Apa kamu sedang sakit, nak?”

Astoria                         : (menggeleng sembari mengerutkan dahinya)

Interviewer      : “ Lalu, kenapa tadi waktu di kelas kamu tidak mau bernyanyi di depan teman-temanmu? Kalau saya minta Astor menyanyi di depan saya mau ya sayang?”

Astoria             : (hanya menganggukkan kepala dan melempar senyum)

Interviewer      : “ Boleh Ibu minta untuk Astoria bernyanyi ‘Balonku’ ?”

Astoria             : (ia bernyanyi dan tetap mendekat pada saya dengan suara lembutnya yang lirih ).

Interviewer      : (bertepuk tangan). “Wah bagusnya, lain kali kamu harus seperti ini di depan teman-temanmu. Nanti kakak yang mendampingi ya sayang?”

Astoria             : “Kakak yang aku pegang tangannya ya?”

Interviewer      : “Iya Astor, iya.”(sambil tersenyum padanya)

  1. 3.      Diagnosis

Perasaan malu adalah perasaan gelisah yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain atas dirinya. Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang “aneh”, “hati-hati”, “curiga” dan sebagainya. Pada umumnya sejak lahir manusia telah memiliki sedikit perasaan malu, namun bila perasaan itu telah berubah menjadi semacam rasa takut yang berlebihan, maka hal itu akan menjadi suatu fobia, yaitu takut mengalami tekanan dari orang lain atau takut menghadapi masyarakat. Anak yang pemalu selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif bergaul dengan temannya yang lain.

Guru tidak mudah mengetahui apakah muridnya seorang pemalu, sebab pada umumnya mereka tidak suka berbuat kegaduhan atau masalah. Sifat pemalu dapat menjadi masalah yang cukup serius sebab akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga diri, belajar, dan penyesuaian diri. Umumnya ciri anak pemalu ialah terlalu sensitif, ragu-ragu, terisolir, murung, dan juga sulit bergaul. Jadi mereka perlu diberi bantuan.

Dalam tahap ini, guru perlu terlebih dahulu mengidentifikasi maslah sebelum merencanakan dan melakukan tindakan penelitian sehingga menghasilkan gagasan untuk melakukan perbaikan-perbaikan praktek guru memberi layanan pada Astoria di kelas.

Untuk melakukan proses ini, dapat dilakukan terlebih dahulu dengan cara:

a.    Mengamati sejak kapan perilaku tersebut muncul pada diri si anak.

b.    Melakukan perbincangan dengan anak tersebut.

c.        Melakukan perbincangan aktif juga dengan melibatkan orang tua di dalamnya.

d.       Melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui dan memastikan pemberian bantuan(bimbingan) yang tepat untuk anak tersebut.

Jika observasi pada siswa dirasa belum cukup untuk mengambil solusi permasalahn yang tepat, maka diperlukannya konsultasi dengan pihak orang tua Astoria. Sebagaimana yang harus dilakukan seorang guru untuk lebih mengetahui seberapa dalam masalah yang sedang dialami anak tersebut.

Berikut perbincangan saya(interviewer) dengan orang tua Astoria :

Perbincangan ini dilakukan saat Mama Astoria mengantar anaknya dan menunggu sebentar samapi anaknya mau untuk ditinggal pulang, karena nantinya akan ditunggui oleh pengasuh pribadinya (Astoria).

(Di pagi hari sekitar pukul 07.30, dari depan pintu gerbang saya menghampiri mama Astoria lalu mengajak mnegobrol di taman sekolah kurang lebih 10 menit.)

Interviewer            : “Selamat Pagi Bu Sri Lestari, bisakah saya mengganggu ibu sebentar?”

Mama Astoria            : “Oh iya pagi juga mbak, silakan duduk. Ada perlu apa ya mbak kok rasanya penting sekali?”

Interviewer                : “Begini bu, saya kemarin bertanya pada guru Astoria di sini yaitu Bu Aida terkait anak yang saya identifikasi pemalu setelah saya awalnya melakukan observasi. Nampaknya, akhir-akhir ini saya melihat ada yang berbeda dengan perilaku Astoria. Apa dia suka murung juga kalau di rumah ya bu?”

Mama Astoria       : “ Wah tidak mbak, justru dia nampak biasa-biasa saja dan bermain seperti biasanya.” (sambil memandang tajam ke arah interviewer).

Interviewer                : “ Tetapi, rasa-rasanya anak ini berubah bu. Ketika Bu Aida menyuruh dia maju ke depan untuk bernyanyi lagu yang baru diberikan, ia tidak mau. Anehnya, penolakannya itu hanya menundukkan kepalanya sambil berdiam diri begitu bu.”(interviewer sambil memperagakan seperti yang ditunjukkan Astoria kala itu).

Mama Astoria        : “ Benarkah begitu mbak? Saya  tidak tahu pasti mengapa itu bisa terjadi, sebenarnya saya sudah menyuruh Astoria untuk selalu ke depan jika ditunjuk gurunya.” (jawab mama Astor dengan tegas).

Interviewer                : “ Nah itu dia masalahnya bu. Mungkin saja itu yang menyebabkan Astoria takut dan malu jika lagu baru yang diberikan oleh gurunya sampai ia tidak bisa menyanyikannya dengan baik.

Mama Astoria            : “ Apa iya demikian yang terjadi ya mbak? Tetapi menurut papanya, itu akan lebih baik karena Astoria akan menjadi lebih mandiri dan punya tanggung jawab.

Interviewer                : “ Pada kenyataannya, Astoria terlihat mendapat tuntutan yang lebih dari orang tuanya. Sebaiknya itu memang harus sedikir dikurangi saja bu. Saya yakin, dan ini juga sudah saya bicarakan dengan gurunya yaitu dimana Bu Aida juga menangkap demikian bu.”

Mama Astoria            : “ Nantinya akan saya tanyakan lagi pada anaknya saat kami berkumpul bersama nantinya ya mbak?”. (sambil tersenyum dan bertutur lembut pada interviewer).

Interviewer                : “ Baiklah kalau begitu bu. Saya mau pamit dulu karena ada kegiatan perkuliahan selanjutnya. Untuk hal ini, nanti mari kita bicarakan dan kita cari solusinya bersama-sama dengan guru Astoria. Terimakasih atas informasi dan kediaannya untuk berbincang-bincang bu.

Mama Astoria        : “ Iya, sama-sama mbak.”

Dari beberapa pokok permasalahan yang dialami Astoria, sebenarnya diketahui bahwa anak tersebut mengalami rasa malu dengan teman-temannya dikarenakan beberapa sebab diantaranya :

1.      Masa Kanak-kanak Kurang Gembira

Ada sebagian anak yang mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan pada masa kanak-kanaknya. Misalnya orangtua sering berpindah-pindah orangtua bercerai, orangtua meninggal, dipaksa pindah sekolah atau dihina oleh teman dan sebagainya. Semua pengalaman itu mengakibatkan terganggunya hubungan sosial mereka dengan lingkungan, suka menghindar atau mundur, dan tidak berani bergaul dengan orang yang tidak dikenal.

2.      Kurang Bermasyarakat

Sifat pemalu akan terjadi bila anak hidup dengan latar belakang di mana ia diabaikan oleh orangtuanya, atau dibesarkan dalam  lingkungan keluarga yang mengasingkan diri, terlalu dikekang sehingga mereka tidak dapat mengalami hubungan sosial yang normal dengan masyarakat.

3.      Perasaan Rendah Diri

Mungkin perasaan malu itu timbul karena anak bertubuh pendek, bersikap kaku atau punya kebiasaan yang jelek, lalu berusaha untuk menutupinya dengan cara menyendiri atau menghindari pergaulan dengan orang lain. Karena kurang rasa percaya diri dan beranggapan dirinya tidak sebanding dengan orang lain, ia tidak suka memperlihatkan diri di keramaian.

4.      Pandangan Orang Lain

Banyak anak yang menjadi pemalu karena pandangan orang lain yang telah merasuk ke dalam dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa sering mengatakan bahwa ia pemalu, bahkan guru dan teman-teman  juga berpendapat sama, sehingga akhirnya ia benar-benar menjadi.

4.      Prognosis

Ketika saya mendapati permasalahan tersebut seperti yang terjadi pada diri Astoria, dan juga setelah mengumpulkan data terkait masalahnya dari beberapa pihak seperti orrang tuanya (dimana ini yang saya interview adala Mamanya sendiri), juga pada observasi yang saya lakukan pada diri anak tersebut kiranya ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru Astoria untuk memberikan bantuan.

Jika ini dapat memungkinkan guru memberikan bantuan antara lain :

1. Menciptakan rasa aman dan rasa mencintai dalam diri seorang anak yang memiliki sifat pemalu, karena anak pemalu biasanya sering merasa tidak aman dan takut.

2. Jangan memanggilnya dengan sebutan “Pemalu”. Anak tersebut mungkin akan menolak julukan yang Anda berikan tersebut dengan melakukan hal-hal yang tidak diharapkan.

3. Hindarilah memaksa anak yang pemalu untuk berbicara dalam suatu kelompok yang  besar. Anak yang agak pendiam biasanya akan merasa lebih bebas untuk berbicara dalam kelompok yang kecil dimana setiap anak bisa bebas berpartisipasi.

Anak yang seperti ini pada akhirnya akan merasa bebas untuk berbicara dalam kelompok yang besar setelah ia berhasil mendapatkan pengalaman di kelompok yang lebih kecil.

4. Jangan pernah mempermalukan anak ketika mereka sedang memberikan pendapat! Tetapi pujilah keberaniannya dalam memberikan pendapat.

5. Pastikan bahwa anak yang pemalu menerima perhatian dan dorongan orang-orang terdekatnya secara pribadi. Tentunya hal tersebut bukan hal yang sulit untuk dilakukan.

6. Doronglah anak-anak dalam kelas untuk membantu satu sama lain agar anak-anak termasuk yang pemalu merasa penting dan diterima. Hal ini akan berjalan dengan baik bila guru dapat memberi contoh dan teladan yang baik.

7. Ciptakan suasana dimana anak yang pemalu mempunyai kesempatan untuk berhasil mengekspresikan diri mereka sendiri secara pribadi walaupun dalam dalam kelompok yang kecil.

8.    Doronglah anak untuk mengatakan hal-hal yang mereka sukai dan inginkan.

9.   Tanyailah secara langsung anak yang pemalu tersebut dengan pertanyaan pertanyaan yang bisa ia jawab dengan tepat. Anak tersebut mungkin hanya dapat menjawab dengan jawaban yang singkat. Tetapi setiap ungkapan keberhasilan akan membangun rasa diterima dan aman.

10. Pastikan bahwa anak yang pemalu menerima perhatian dan dorongan Anda secara pribadi, tanpa membuat menjadi mereka merasa “diawasi”.

5.      Pelaksanaan Bantuan

Ketika saya sudah membicarakan alternative bantuan untuk Astoria kepada Bu Aida sebagai guru wali kelasnya, memang sebaiknya perlu melakukan penerapan terhadap bantuan tersebut. Dari langkah pemberian bantuan untuk Astoria tersebut, maka dapat disusun langkah-langkahnya sebagai berikut :

1)      Mengajari anak

Mengajari Astoria untuk bersikap, berperilaku, maupun bertata krama dalam beragam situasi tertentu. Bagaimana ia belajar memulai percakapan dengan menyapa temannya. Misalnya menanyakan kabar, memuji penampilannya, atau membagi makanan ringan yang dibawanya. Setelah komunikasi pertama berjalan lancar, memungkinkan Astoria untuk bisa belajar mengangkat topik yang sedang hangat atau menjadi kesukaannya.

2)      Memberikan anak pelatihan terampil

            Mengajari Astoria pelatihan agar ia terampil bicara di depan orang banyak atau minimal di depan teman-temannya dimulai dengan berbicara di depan cermin, lalu di depan orangtua dan saudaranya di rumah.

3)      Mengajari bertanggung jawab

            Mengajarinya juga agar ia dapat memimpin dengan memberinya tugas dan tanggung jawab, seperti memimpin doa di kelas. Tetapi hal ini tidak perlu dilakukan dengan memaksa atau memberi keharusan pada dirinya.

4)      Sebagai orangtua memberikan contoh berani

Orangtua memberikan contoh, bagaimana menjadi pribadi yang percaya diri dan berani, sehingga anak bisa menirunya. Saat berada di restoran, lalu mendapatkan makanan yang tidak sesuai pesanan, misalnya, orangtua berani memanggil salah satu pelayannya untuk  memintanya menggantinya.

5)      Menciptakan lingkungan yang aman bagi anak

Dalam hal ini, perlunya guru dan orang tua Astoria untuk memberi kenyamanan lingkungan yang aman pada diri Astoria, sehingga anak tidak merasa cemas atau takut dipersalahkan, ditertawakan, dimarahi, dan sebagainya.

6.      Evaluasi dan Tindak Lanjut

a.  Evaluasi

Dalam tahap evaluasi kali ini, untuk mengukur keberhasilan yang telah diterapkan pada guru kelas serta orang tua, maka layanan evaluasi ini dapat diketahui bahwa :

1)    Identifikasi masalah yang telah saya lakukan sudah tepat untuk menilai permasalahan yang sedang dihadapi anak. Meskipun ada beberapa hal yang belum secara lengkap saya dapatkan untuk mengumpulkan sumber informasi lain terkait masalah yang dihadapi anak tersebut.

2)            Analisis masalah yang telah saya lakukan dengan melihat kembali aktivitas anak tersebut pada beberapa waktu dan kegiatan sudah cukup menilai permasalahan pada anak. Oleh sebab itu, saya mencoba untuk mengkoordinasikan alternative bantuan nantinya kepada guru kelas Astoria.

3)             Apa saya utarakan terkait factor-faktor penyebab adanya masalah pada anak sudah cukup lengkap dan memadai sehingga guru dan orang tua menyatakan masalah tersebut timbul dari dalam pribadi anak tersebut yang disebabkan oleh tuntutan dari pihak keluarga sesuai apa yang telah penulis kaji..

4)             Untuk tindakan pemilihan langkah alternative bantuan yang saya berikan dan yang akan diterapkan oleh guru cukup membantu mengurangi permasalahan pada anak, tergantung pada jangka waktu yang akan dijalani oleh kedua belah pihak.

5)       Tindakan  bantuan yang akan ditindak lanjut nantinya sudah

mampu mengurangi masalah yang dihadapi anak serta mampu memberi pengaruh yang menuju ke arah positif setelah dijalani pada anak tersebut.

 

b.Tindak Lanjut

Dari evaluasi yang telah saya lakukan, maka untuk guru dan orang tua dapat melakukan tindakan yang bertujuan sebagai upaya penindaklanjutan dari alternative bantuan yang telah saya kemukakan di atas.

Jika memang benar pada diri anak tersebut belum menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik lagi, maka seperti yang akan saya paparkan di bawah ini merupakan perwujudan dari bentuk pemberian solusi untuk diaplikasikan kepada Astoria yang nantinya untuk kedua orang tuanya segera ditindak lanjuti dengan beberapa cara antara lain ;

1)      Selalu menatap dengan kontak mata yang tajam saat bicara dengan

anak, biasakan untuk selalu menggunakan kontak mata langsung.   Secara tak sadar, hal ini akan memperkuat rasa percaya diri anak.

2)            Berusaha untuk selalu mengetahui kesukaan Astoria dan potensi anak tersebut, lalu mendorongnya untuk berani melakukan hal-hal tertentu, lewat media hobi dan potensi diri.

3)            Terlebih lagi bahwa yang terpenting adalah selalu adanya koordinasi  yang kooperatif baik dari pihak guru maupun dari orang tuanya demi kenyamanan yang diperoleh Astoria.

4)            Keikutsertaan dari semua teman-temannya di kelas saat guru memberikan role playing agar menciptakan suasana yang kondusif dan menarik sehingga adanya rasa percaya diri yang lebih pada diri Astoria.

HASIL

Melihat keterbatasan waktu obervasi maka proses pengentasan siswa hanya bisa dilakukan selama kurang lebih 1 minggu. Tetapi dari proses yang begitu singkat ini diharapkan kerjasama antara penulis, guru serta pihak orang tua dapat secara mandiri melakukan rencana-rencana penyelesaian masalah agar potensi dan cara berinteraksinya semakin meningkat ke arah yang lebih baik.

Apa yang diberikan penulis di sini mulai dari tahap pengamatan sampai pada pemberian layanan bantuan terhadap lingkungan sekitar Astoria juga sedikit banyak memberi pengaruh positif demi kemajuan Astoria sendiri. Karena tidak mudah untuk merubah suatu keadaan luar individu yang bermasalah itu. Tetapi dengan adanya pemahaman akan alternative bantuan  yang saya berikan, sangat membantu berjalannya proses perbaikan tingkah laku serta itu berdampak pada pola interaksi social Ika.

Karena memang pada dasarnya Astoria tidak memiliki permasalahan yang cukup serius terkait dengan kesehariannya, namun factor keluargalah yang lebih dominan terhadap permasalahan yang timbul pada dirinya. Dia sendiri setelah mendapat dukungan dari gurunya, juga merasa diperhatikan seakan ingin lebih percaya diri untuk lebih tanggap dan berani menjadi anak yang berani. Astoria sendiri sangat senang sudah diberi motivasi dan bisa membuka diri pada penulis terkait dengan apa yang menjadi bebannya saat ini walaupun tidak secara luwes dan lancar layaknya orang dewasa yang mengemukakan segala permasalahannya. Dia juga sudah mau menuruti apa yang disarankan oleh penulis dan gurunya yang tentu di sini sepengetahuan orang tuanya agar lebih memaksimalkan pola interaksi dirinya agar tidak menjadi anak yang selalu disebut pemalu.

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa anak tersebut mengalami rasa malu yang muncul karena bebrapa factor. Utamanya setelah kita dapati dari hasil observasi dan wawancara cukup membantu penulis dalam memberikan alternative bantuan terhadap anak tersebut melalui guru juga orang tuanya. Karena apapun usaha yang dilakukan, sebaiknya orangtua tetap mendampingi dan tidak langsung melepaskan anak seorang diri.

Kami selaku penulis juga telah memberi berbagai arahan serta bimbingan sehubungan dengan masalah anak tersebut melalui berbagai treatment dan metode. Apapun yang kami berikan adalah semata-mata ingin membagi ilmu kami berkaitan dengan pelayanan terhadap kesulitan siswa.

Dan pada di suatu titik anak tersebut cukup senang dengan capaian yang diharapkannya sesuai dengan keluhannya sekarang ini meskipun tidak seluwes orang dewasa ketika menceritakan permasalahannya.

  1. Saran

a. Saran penulis kepada pembaca laporan ini agar diambil nilai positifnya saja, karena penulis sadar akan kekurangan dan kelemahan dalam menguraikan kata-kata atau kalimat.

b. Penulis juga mohon masukan dan kritikan jika ada yang kurang dan ada kesalahan dalam penulisan untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang agar dapat berupaya untuk menjadi lebih baik.

c.  Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing atas masukan dan motivasinya selama ini. Kami juga berharap kepada dosen agar tidak pernah merasa bosan untuk memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

LAMPIRAN I.

PANDUAN OBSERVASI

PERILAKU INTERAKSI SOSIAL SISWA YANG TERGOLONG PEMALU

 

Agar observasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan sesuai aspek-aspek yang hendak diungkap, maka observer seyogyanya menyusun pedoman observasi yang menjadi pegangan selama melakukan observasi.

Dilihat dari prosedurnya, penyusunan pedoman observasi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu :

  1. Bertolak dari pemikiran rasional atau mendasarkan pengalaman, yaitu penyusunan pedoman observasi yang dilakukan dengan melihat aspek yang hendak diobservai itu mendasarkan pemikiran rasional.
  2. Bertolak dari konsep atau konstrak yang dipandang mapan.
  • Ø Sasaran                   :    Siswa (Taman Kanak-kanak)
    • Ø Tujuan Observasi   :    Untuk mengetahui perilaku interaksi sosial siswa yang tergolong pemalu.
    • Ø Fokus                     :    Pola interaksi siswa yang pemalu
  • Ø Penjelasan dari Studi Pustaka :

Pemalu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan, yang timbul pada seseorang, akibatnya adanya penilaian negatif terhadap dirinya.
Jonathan Berent, A.C.S.W., psikoterapis yang tinggal di Great Neck, New York,mengungkapkan bahwa malu adalah aksi berupa perasaan tidak nyaman dalam situasi sosial tertentu yang bisa menghambat kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam level yang seharusnya kita bisa. Saya lebih suka pendapat bahwa ‘malu’ bukanlah sifat, watak, atau pembawaan, tapi hanya perasaan. Karena perasaan, maka intensitas danfrekuensi malu bisa sangat bervariasi tergantung pada situasinya. Maka, jika dalam buku ini sayamenuliskan ‘anak pemalu’, maka itu artinya anak yang sering merasa malu.

  • Ø Aspek anak yang pemalu terhadap pola interaksinya dengan lingkungan :

1.      Keadaan fisik

2.      Kesulitan dalam bicara

3.      Kurang terampil berteman

4.      Harapan orang tua yang terlalu tinggi

5.      Pola asuh yang mencela

OBSERVASI KONSEPTUAL

  1. Sasaran            : Siswa (Taman Kanak-kanak) Al-Husna II,   Kota Madiun
  2. Tujuan Observasi        : Untuk mengetahui perilaku interaksi social anak yang tergolong pemalu
  3. Fokus                           : Pola interaksi anak yang pemalu
  4. Metode                        : Observasi dan wawancara
  5. Observee                     : Astoria Dewi P.Z.
  6. Observer                      : Kilang Denna N.
  7. Waktu Pelaksanaan     :

a.Hari/tanggal              : Sabtu / 24 Desember 2011

b.Waktu                      : 08.00 WIB ( saat berkumpul di dalam kelas)

c.Kondisi kelas            : Gaduh tetapi kondusif karena pelajaran.

Aspek-aspek tingkah laku (sosial) yang di observasi:

NO

PERNYATAAN

1. Adanya/tidaknya kedatangan siswa setelah pelajaran dimulai, karena anak tersebut tidak mau masuk kelas tanpa didampingi mamanya sampai masuk di dalam kelas.
2. Ada/tidak adanya anak yang mengalami keterbatasan fisik, karena memang di sekolah tersebut sebagian besar siswa sehat baik jasmani maupun rohani.
3. Adanya/tidaknya perubahan fisik yang cukup signifikan ketika si anak mulai menunjukkan nafsu makan yang besar, ini terlihat saat ada pengukuran berat badan anak yang bertambah setelah terlalu banyak makan.
4. Adanya/tidak adanya siswa yang sadar diri mengacungkan tangan untuk bertanya pada guru, ini disebabkan karena anak tersebut cenderung diam dan sering menengok ke arah jendela.
5. Ada/tidak adanya siswa yang membuat gaduh dikelas ketika guru menerangkan pelajaran, karena saat pelajaran berlangsung semua anak menyimak dan menanggapi apa yang ditanyakan guru.
6. Adanya/tidaknya siswa yang tidak memiliki teman saat bermain bersama, terlihat saat Astoria hanya bermain dengan mamanya dan  sekilas dihampiri temannya Intan untuk diajak bermain ayunan.
7. Ada/tidak adanya siswa yang membagi bekalnya pada teman lain, karena memang anak ini tidak memberi bekalnya jika tidak temannya yang meminta.
8. Adanya/tidaknya siswa yang dituntut orang tuanya untuk selalu menjadi yang terdepan di kelas, karena si anak tiap kali disuruh maju di depan kelas selalu melihat mamanya (yang ketika itu menemaninya).
9. Adanya/tidaknya siswa yang diarahkan orang tuanya menjadi pemimpin setiap ada kegiatan, nampak sekali saat mamanya menyuruh ia mengacungkan tangan untuk menjadi mayoret drumband di sekolah.
10. Ada/tidak adanya keluhan siswa mengenai keadaan di rumahnya, karena memang sehari-hari ia diawasi baby sitter sendiri.

Keterangan  :

  1. Pilihlah “ada/tidaknya” atau “ada/tidaknya” sesuai dengan pengamatan terhadap siswa yang diobservasi.
  2. Berilah penjelasan sesuai dengan perilaku dan keadaan siswa yang tergolong pemalu.

LAMPIRAN II.

PANDUAN WAWANCARA

PERILAKU INTERAKSI SOSIAL SISWA YANG TERGOLONG PEMALU

Meskipun sudah dilakukan observasi terhadap pola interaksi anak tersebut, namun salah satu teknik non tes ini juga sangat berpengaruh dimana wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Banyak peneliti mengalami kesulitan mewawancarai orang, karena orang cenderung menjawab dengan singkat. Apalagi budaya pada masyarakat Indonesia yang cenderung tidak terbiasa mengungkapkan perasaan mereka.

Uraian berikut ini akan menggambarkan jenis wawancara, jenis pertanyaan, lama waktu wawancara, dan prosedur melakukan wawancara pada penelitian kualitatif.

  • Ø Aspek anak yang pemalu terhadap pola interaksinya dengan lingkungan :

1.      Keadaan fisik

2.      Kesulitan dalam bicara

3.      Kurang terampil berteman

4.      Harapan orang tua yang terlalu tinggi

5.      Pola asuh yang mencela

PEDOMAN WAWANCARA

  1. Sasaran                        : Siswa (Taman Kanak-kanak) Al-Husna II,                                       Kota Madiun
  2. Tujuan Wawancara     : Untuk mengetahui perilaku interaksi social                                      anak yang tergolong pemalu
  3. Fokus                           : Pola interaksi anak yang pemalu
  4. Metode                        : Wawancara
  5. Interviewee                 : 1. Astoria Dewi, 2. Mama Astoria
  6. Interviewer                  : Kilang Denna N.
  7. Waktu Pelaksanaan I   : (Pada Astoria Dewi)

a.Hari/tanggal  : Sabtu / 24 Desember 2011

b.Waktu          : 08.00 WIB ( saat jam istirahat di luar kelas)

c.Kondisi kelas: Para siswa bersuka riang karena bermain.

  1. Waktu Pelaksanaan II :

a.Hari/tanggal  : Sabtu / 24 Desember 2011

b.Waktu          : 08.00 WIB ( saat akan mengantar Astoria di                                   dalam kelas)

c.Kondisi         : Tenang dan nyaman karena siswa sudah masuk                               ke dalam kelas.

Berikut aspek-aspek wawancara yang dipergunakan :

  1. Terhadap Astoria Dewi P.Z.
    1.   Apakah anak tersebut sedang sakit ?
    2.   Lantas, mengapa dia berdiam diri saat dia diminta untuk maju ke depan kelas ?
    3.  Kalau diminta bernyanyi berdua saja (dengan interviewer), bersediakah dia melakukannya?
    4. Bagaimana jika anak tersebut diajak bermain oleh temannya ?
    5. Bagaimana ungkapan anak ketika diminta untuk bernyanyi dihadapan mamanya ?
  1. Terhadap Ibu. Sri Lestari (mama Astoria)
    1.   Dalam hal ini, apakah anak tersebut mengalami masalah terkait kesehatan jasmaninya ?
    2.   Apakah mungkin dia sedang tidah sehat (secara fisik) saat pelajaran berlangsung?
    3.   Alasan apa yang mendasari, sehingga anak tersebut tidak mampu member alas an yang jelas saat tidak mau untuk bernyanyi ke depan kelas ?
    4.   Apakah ada salah satu temannya yang suka berbuat jail pada anak tersebut ?
    5.   Saat jam istirahat, apakah anak tersebut tidak suka bermain bersama temannya yang lain?
    6.   Apakah benar lingkungan rumah selalu memberikan tuntutan yang besar pada anak tersebut?
    7.   Bagaimana dengan pendapat dari kedua orang tua, baik ayah atau ibunya ?
    8.   Solusi bagaimanakah yang tepat ketika anak tersebut mendapat olokan ‘anak pemalu’ ?
    9.   Bagaimana sikap guru terhadap hal ini ?
    10. Peranan seperti apa yang sudah dijalani orang terdekatnya ?

Dari uraian aspek-aspek yang dijadikan pedoman untuk mencari informasi terkait permasalahan yang dialami pada anak yang pemalu, bisa untuk dijadikan acuan yang nantinya mencarikan berbagai alternative bantuan kea rah yang lebih baik.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

          Prayitno, dkk. 1994. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas

http://www.ilmukesehatan.com/567/mengatasi-sifat-pemalu-pada-anak.html

http://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/permasalahan-anak-di-taman-kanak-kanak/

Winkel, WS dan Hastuti,S. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 25, 2012 inci Bimbingan dan Konseling di TK

 

Tinggalkan komentar